Apabila dilihat secara signifikan, anak berkebutuhan
khusus merupakan seorang anak yang memiliki gangguan, baik dalam fisik,
emosional, mental, ataupun sosial. Bukan hanya mengalami gangguan, ABK juga
mengalami gangguan perkembangan, kesulitan akademis, keterampilan keseharian,
dan kemandirian.
Kategori yang termasuk ABK adalah autisme, attention
deficit/hyperactivity disorder, Down syndrome, Asperger’s
syndrome, pervasive developmental disorder, sensory
integration dysfunction, cerebral palsy, keterlambatan wicara,
serta gangguan proses pendengaran dan perilaku.
Meskipun ABK mengalami gangguan dan keterbatasan,
bukan berarti sang anak dibiarkan begitu saja, tidak mengenyam pendidikan, atau
perhatian lain yang sama seperti anak normal lainnya. Justru ABK membutuhkan
pendidikan khusus yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuanya. Mereka
membutuhkan terapi tertentu yang dapat membantu ABK untuk lebih mandiri, salah
satunya dengan Occupational Therapy Games (OTG) atau Terapi
Okupasi.
Terapi okupasi memberikan sistem untuk ABK sesuai
dengan kebutuhan masing-masing, terutama jika anak tersebut memiliki masalah
pada sensori atau pun motorik. Dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan
anak, terapi ini bertujuan untuk membantu tumbuh kembang anak supaya tercapai
kemandirian dalam kegiatan keseharian, kemampuan rawat diri, dan penggunaan
waktu luangnya, termasuk mengasah motorik, sensorik juga kognitifnya supaya
semakin baik.
Terapi okupasi dikemas dengan permainan yang menarik
dan pasti disukai oleh ABK. Di antaranya terdapat permainan balancing
ring. Cara bermainnya anak berdiri di atas papan, anak fokus melihat ke
depan, dan melempar ring tersebut. Dengan begitu ia akan terlatih daya
konsentrasinya, dapat mempertahankan posisi tubuhnya agar tetap seimbang, serta
bagaimana caranya ring itu masuk ke cone-nya itu.
Terapi okupasi ini dapat dilakukan pada anak-anak yang
mengidap kondisi tertentu, seperti:
- Cerebral palsy, kelainan yang memengaruhi otot, saraf,
gerakan, dan kemampuan motorik seseorang untuk bergerak secara
terkoordinasi dan terarah.
- Sindrom Down, yaitu kondisi genetik yang menyebabkan
gangguan belajar dan ciri fisik tertentu.
- Autisme, kelainan neurologis dan perkembangan yang
dimulai pada masa kanak-kanak dan bertahan seumur hidup. Autisme dapat
memengaruhi interaksi pengidap dengan orang lain serta cara pasien
berkomunikasi dan belajar.
- Dyspraxia, yaitu gangguan kemampuan motorik berupa
gangguan koordinasi otak, mat, dan otot anggota gerak untuk melakukan
kegiatan seperti berlari, melompat, atau menggunting.
- Gangguan perkembangan yang membuat anak
kesulitan memproses informasi dan berkomunikasi dengan orang lain.
- Spina bifida, cacat lahir yang memengaruhi perkembangan
tulang belakang dan sistem saraf.
Gambaran Layanan Terapi Okupasi
Jenis terapi okupasi yang diberikan akan disesuaikan
dengan usia, pekerjaan atau aktivitas sehari-hari, dan kebutuhan pengidap.
Layanan terapi okupasi biasanya mencakup tiga hal berikut ini:
1. Evaluasi Bersifat Individu
Pada evaluasi individual, pengidap, keluarga pengidap,
dan dokter akan bersama-sama menentukan apa yang ingin dicapai melalui terapi
ini. Dokter juga akan menentukan diagnosis penyakit yang menyebabkan pengidap
membutuhkan terapi okupasi.
2. Perencanaan Intervensi
Kemudian akan ditentukan jenis terapi dan latihan yang
sesuai kebutuhan pengidap. Fokus terapi dan latihan yang diberikan adalah untuk
memampukan pengidap kembali beraktivitas secara mandiri, misalnya mencuci,
memasak, dan berpakaian tanpa bantuan orang lain.
3. Evaluasi Hasil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar